Memperhatikan Kemiskinan Anak

Hampir 73 tahun Indonesia terlepas dari tangan penjajah. Berbagai perjuangan telah dilakukan agar negeri ini dapat merasakan kemerdekaan. Akan tetapi, bukan berarti Indonesia saat ini telah terlepas dari permasalahan-permasalahan. Hal ini dibuktikan masih banyak penduduk yang hidup miskin,
terutama anak-anak.
Berdasarkan data dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016, apabila tingkat kemiskinan dilihat berdasarkan kelompok umur, presentase penduduk miskin anak-anak (0-17 tahun) lebih tinggi daripada presentase penduduk miskin secara umum yaitu sebesar 13,31 persen. Hal tersebut dapat terjadi diduga anak-anak masih memiliki ketergantungan hidup terhadap orang-orang di sekitarnya. Selain itu, anak-anak secara fisik dan psikologi belum mampu terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian.
Kemiskinan anak dapat diukur melalui 2 pendekatan yaitu pendekatan moneter dan pendekatan multidimensi. Melalui pendekatan moneter, perhitungan kemiskinan dilihat dari sebagian dari persoalan kemiskinan. Akan tetapi, di dalam persoalan kemiskinan, ada dimensi yang lebih besar dari kondisi kemiskinan itu sendiri dan bukan hanya menyangkut kemampuan daya beli dan konsumsi saja. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan multidimensi dengan metode Multiple Overlapping Deprivation Analysis (MODA).
Metode MODA memperhatikan tidak terpenuhinya (deprivasi) hak-hak dasar anak yang hidup di dalam kemiskinan. Terdapat 6 dimensi dalam pengukuran deprivasi hak-hak dasar anak yaitu perumahan, fasilitas, makanan dan nutrisi, pendidikan, perlindungan anak, dan kesehatan.
Metode MODA ini telah dijelaskan di dalam buku Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi Hak-Hak Dasar Anak di Indonesia yang diluncurkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada Juli lalu. Selain itu, memuat juga data-data mengenai kemiskinan anak di Indonesia.
Kemiskinan anak biasanya diakibatkan oleh adanya keluarga yang kurang mampu dalam hal perekonomian. Berdasarkan data BPS, sebagian besar anak miskin berasal dari Kepala Rumah Tangga (KRT) yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Lebih dari 70 persen anak miskin berasal dari KRT dengan tingkat pendidikan tamat SD ke bawah.
Dalam bidang kesehatan, sekitar 86 persen anak miskin tidak berobat jalan selama sebulan terakhir ketika mengalami keluhan kesehatan. Salah satu penyebabnya yaitu tidak memiliki biaya untuk berobat.
Padahal apabila mengacu pada UUD 1945 pasal 28C ayat 1, setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, kemiskinan anak perlu mendapatkan perhatian khusus.
Selain itu, konvensi hak-hak anak telah disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Pemerintah kemudian mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pembentukan undang-undang tersebut berdasarkan bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional. Melihat mirisnya kemiskinan yang terjadi pada anak-anak, membuat anak
tidak dapat menikmati hidup sebagaimana mestinya. Di usianya yang masih muda, mereka harus merasakan pahitnya kemiskinan.
Perlu diperhatikan bahwa anak merupakan generasi pendatang yang akan memimpin negeri ini. Apabila hak-hak dasar anak belum dapat terpenuhi dengan baik, dikhawatirkan Indonesia tidak memiliki pemimpin-pemimpin yang sesuai dengan harapan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk
mengatasi kemiskinan anak.
Pertama, pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang mengatur hak-hak dasar anak. Hak-hak anak yang dimaksud seperti melihat dari dimensi perumahan, fasilitas, makanan dan nutrisi, pendidikan, perlindungan anak, dan kesehatan.
Kedua, orang tua berupaya memenuhi hak-hak dasar anak. Salah satunya yaitu dimensi kesehatan. Berdasarkan data Susenas Maret 2016, sebesar 50,05 persen anak miskin tidak memiliki jaminan kesehatan. Hal ini disebabkan kepemilikan jaminan kesehatan anak tergantung pada orang tua atau orang dewasa yang tinggal bersamanya. Selain itu pemberian ASI juga sangat penting dalam memenuhi kesehatan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 ASI eksklusif merupakan hak yang dimiliki bayi. Oleh karena itu, diharapkan para ibu dapat memahami betapa pentingnya ASI bagi tumbuh kembang anak.
Ketiga, masyarakat dapat lebih peduli terhadap hak-hak dasar anak. Masyarakat dapat memberikan bantuan sosial seperti di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, masyarakat dapat mengawasi penyelenggaraan pemberian hak-hak dasar anak.
Melalui langkah-langkah di atas, diharapkan pemerintah, orang tua, dan masyarakat dapat saling bekerja sama dalam mengatasi kemiskinan anak. Apabila kemiskinan anak dapat diatasi, anak-anak dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Siklus Siklik dan Non Siklik

Perbedaan Kartilago dan Osteon